Blogger Banten Gubernur Banten dan kepala daerah kabupaten/kota harus lebih serius menyelenggarakan pemerintahan serta kesejahteraan masyarakat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan bahwa Banten berada di posisi terendah kedua atau peringkat keenam dari tujuh provinsi hasil pemekaran daerah selama kurun waktu 1999-2009 dengan skor 44,57.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-277 Tahun 2011 tentang Penetapan Peringkat Penyelenggaraan Daerah Otonom Hasil Pemekaran, peringkat pertama diraih Provinsi Maluku Utara dengan skor 55,88. Selanjutnya disusul Provinsi Gorontalo dengan skor 51,31, Kepulauan Bangka Belitung dengan skor 49.64, Sulawesi Barat dengan skor 46,73, Kepulauan Riau dengan skor 46,64, Banten dengan skor 44,57, dan Papua Barat dengan skor 24,99.
Pencapaian Banten di peringkat kedua terendah berdasarkan realisasi yang dihasilkan yakni kesejahteraan masyarakat dicapai 18,23 persen, good governance dicapai 6,86 persen, pelayanan publik dicapai 12,00 persen, dan daya saing dicapai 7,48 persen.
Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan, tingkat kesejahteraan masyarakat diketahui secara umum masih menunjukkan ketimpangan di beberapa provinsi hasil pemekaran daerah. “Dari evaluasi ini, daerah otonom baru diharapkan mengenali kekurangannya sendiri. Mengidentifikasi dan melakukan adaptasi masalah yang dihadapi,” kata Djohan kepada Kantor Berita Wahana Media Center (grup Radar Banten), Minggu (1/5).
Ia mengungkapkan, saat ini ada 169 daerah yang meminta dimekarkan namun belum direspons karena pemerintah masih menerapkan moratorium atau jeda sementara pemekaran daerah. “Pemekaran yang kebablasan hanya mengandalkan euforia serta tanpa persiapan. Hal ini akan mengantarkan masyarakat ke dalam pintu kesengsaraan. Yang diuntungkan adalah mereka yang punya kepentingan politik dan ekonomi,” tandasnya.
Selain daerah otonom baru tingkat provinsi, Kemendagri juga mengevaluasi sebanyak 34 daerah pemekaran tingkat kota dalam kurun waktu 1999-2009. Kota Cilegon bisa berbangga hati karena meraih peringkat keenam, Kota Serang peringkat ke-23, dan Kota Tangerang Selatan peringkat ke-33 atau terendah kedua dari 34 daerah otonom baru.
Kota Cilegon peringkat keenam dengan skor 56,62 serta mencapai kesejahteraan masyarakat sebesar 22,15 persen, good governance 13,30 persen, pelayanan publik 14,03, dan daya saing 5,14 persen. Sementara itu, Kota Serang menempati peringkat ke-23 dengan skor 40,08 dari 34 daerah otonom baru. Kota Serang mencapai kesejahteraan masyarakat sebesar 18,20 persen, good governance 6,99 persen, pelayanan publik 9,89 persen, dan daya saing 5,00 persen. Kemudian Kota Tangerang Selatan mendapat peringkat ke-33 dengan skor 18,28. Rinciannya, mencapai kesejahteraan masyarakat sebesar 9,23 persen, good governance 3,12 persen, pelayanan publik sebesar 1,93 persen, dan daya saing sebesar 4,00 persen.
Untuk tingkat kota, daerah peringkat tiga tertinggi yakni pertama diraih Kota Banjar Baru (Kalimantan Selatan) dengan skor 64,61, kedua diraih Kota Cimahi (Jawa Barat) dengan skor 60,43, dan ketiga diraih Kota Singkawang (Kalimantan Barat) dengan skor 58,12. Sementara peringkat terendah diraih Kota Gunung Sitoli (Sumatera Utara) dengan skor 11,89, disusul Kota Tangsel (Banten) dengan skor 18,28, dan Kota Tual (Maluku) dengan skor 23,29.
Menurutnya, secara umum daerah otonom baru hasil pemekaran dalam tata pemerintahan masih belum memuaskan. Hal serupa juga terlihat pada kategori pelayanan publik. “Kinerja daerah otonom baru dalam memberikan pelayanan publik masih jauh dari harapan ideal,” tandasnya.
Dari skala nol sampai 100, lanjut Djohermansyah, performa daerah otonomi baru hasil pemekaran jika dilihat dari indikator kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, good governance, dan daya saing, mayoritas skalanya masih di bawah 50. “Kegelisahan ini yang membuat pemerintah saat ini sedang menggodok sebuah cetak biru pemekaran daerah bernama Desain Besar Penataan Daerah,” ujarnya.
Dalam Desain Penataan Daerah, kata dia, akan diwacanakan pembentukan daerah persiapan sebagai prosedur baru dalam pembentukan daerah otonom baru. “Kami juga akan memuat aturan penggabungan dan penyesuaian daerah otonom,” ujarnya.
Kinerja Pemerintah Perlu Diefektifkan
Kemendagri juga mengevaluasi seluruh daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-276 Tahun 2010, Pemprov Banten mendapat peringkat ke-22 dari 33 pemprov di Indonesia, dengan skor 2,44. Sementara untuk tingkat kabupaten, Pemkab Tangerang lebih baik dari kabupaten lain di Banten yakni peringkat ke-58 dari 344 kabupaten di Indonesia, dengan skor 2,57. Disusul Kabupaten Serang peringkat ke-179 dengan skor 2,30, Kabupaten Pandeglang peringkat ke-202 dengan skor 2,25, dan Kabupaten Lebak peringkat ke-275 dengan skor 1,97.
Sementara dari 86 kota se-Indonesia, Kota Cilegon lebih baik dari kota lainnya di Banten yakni menduduki peringkat ke-43 dengan skor 2,49. Disusul Kota Tangerang peringkat ke-72 dengan skor 2,23. Sedangkan Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan belum terevaluasi karena baru memiliki kepala daerah definitif di atas 2009.
Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Reydonnizar Moeneok, Kemendagri akan terus mengevaluasi dan melakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah setiap tahun. “Tidak menutup kemungkinan ke depan, pemerintah akan memberikan insentif bagi daerah-daerah berprestasi. Itu sesuai instruksi Wakil Presiden,” kata pria yang akrab disapa Doni. Doni berharap, evaluasi daerah ini menjadi fungsi pembinaan, pengawasan, dan kontrol pemerintah pusat terhadap kinerja pemerintahan daerah.
Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan meminta kepala daerah untuk menjalankan pemerintahan secara efektif, mengutamakan kelancaran jalannya roda pemerintahan daerah dan mengutamakan program-program yang bermanfaat untuk masyarakat. “Jadi jangan keluar dari rel. Paling penting melibatkan masyarakat untuk tata kelolanya dan jangan merugikan keuangan negara. Kami tidak mau lagi mendengar kepala daerah masuk penjara,” tandasnya.
Djohan berharap masyarakat bisa menyampaikan aspirasi serta tak takut untuk berbicara membantu mempercepat pembangunan daerah. “Jangan berpangku tangan dan pasif karena tugas-tugas pembangunan daerah tidak akan optimal tanpa keterlibatan masyarakat,” ujarnya.(run/wmc/alt)